Asy'ariyyah dan Maturidiyyah Sebagai Manhaj Aqidah Islam Ahlussunnah

Allah SWT berfirman di dalam al-Qur'an al-Karim :
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
“Dan apa-apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah ia. Dan apa-apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkan-lah.” [Q.S. Al-Hasyr : 7]

Dahulu, umat Islam pada masa Rasulullah SAW semuanya terhimpun dalam satu aqidah, tidak ada perbedaan diantara mereka dalam hal aqidah. Hingga Kemudian pada masa kekhalifahan Sayyidina Ali Bin Abi Thalib Ra muncul firqoh Khawarij, kemudian Qodariah seperti halnya Mu'tazilah dan juga muncul firqoh Murji'ah.

Pada masa Khalifah al-Ma'mun yakni salah satu khalifah di masa Daulah Bani Abbasiyah muncul aliran Nijariah dan aliran-aliran lainnya yang merupakan bagian dari firqoh-firqoh yang dinilai melenceng dari aqidah islam.

Selanjutnya untuk mengatasi ini, para ulama Islam tidak henti-hentinya melakukan penolakan dan bantahan terhadap para ahli bid'ah tersebut dan mewanti-wanti masyarakat agar berhati-hati. Di antara para ulama Islam terkemuka saat itu adalah Imam Abu Hasan al-Asy'ari yang lahir pada paruh kedua abad ketiga Hijriyah, dan meninggal pada pertengahan abad keempat Hijriyah. Ia adalah orang yang sangat tegas dalam membendung kekeliruan aliran-aliran yang melenceng. Allah memberikannya ilham dalam membela sunnah dengan hujjah-hujjah yang baik berupa hujjah naqli (nash) maupun aqli (akal).

Abu Hasan al-Asy'ari ~ rahimahullah~  dalam hal ini tidak menciptakan pemikiran-pemikiran baru, ia pun tidak mendirikan suatu mazhab baru. Sesungguhnya ia adalah orang yang mempertegas manhaj para ulama Salaf dan memperjuangkan terhadap apa yang dipegang oleh para sahabat Rasulullah SAW.

Nisbat dari umat islam padanya merupakan satu tanda bahwa imam Abu Hasan al-Asy'ari merupakan sosok terpercaya yang memegang teguh manhaj salaf dan telah diakui kebenarannya. Ia banyak mendirikan hujjah-hujjah dan dalil-dalil dalam membela aqidah Islam sehingga banyak umat Islam yang mengikuti jalannya. Mereka yang menempuh cara-cara imam Abu Hasan al-Asy'ari dalam berhujjah kemudian sering dinamai Asy'ariyyah. Sehingga sebutan Asy'ariyyah ini menjadi masyhur di kalangan umat islam Ahlussunnah Wal Jamaah.

Selain Imam Abu Hasan al-Asy'ari, dimasa yang sama ada pula sosok yang sangat tegas membela aqidah Islam. Ia adalah Imam Abu Mansur al-Maturidi. Umat Islam banyak yang mengikuti cara-caranya dalam membentengi aqidah Islam dan menjaganya dari aqidah-aqidah yang menyimpang seperti mu'tazilah dan yang lainnya. Selanjutnya umat Islam yang mengikuti cara-cara Imam Abu Mansur al-Maturidi ini dikenal dengan sebutan Maturidiyah.

Di masa selanjutnya para ulama pengikut Imam Abu Hasan al-Asy'ari dan Imam Abu Mansur al-Maturidi ini banyak menulis ratusan jilid kitab dan buku-buku untuk membantah terhadap aqidah-aqidah menyimpang, semuanya dicetak dengan hujjah-hujjah dan perdebatan-perdebatan yang banyak. Mereka menjungjung panji-panji madzhab Asy'ariy dari timur ke barat. Diantara yang paling menonjol dalam menyebarkan perjuangan tersebut adalah al-Ustadz Abu Bakar Bin Faruk, Abu Ishaq al-Asfahani dan al-Qadhi al-Imam Abu Bakar al-Baqolani. Dari sejak saat itu, asy'ariyah dan maturidiyah sebagai representasi Aqidah Islam Ahlussunnah Wal Jamaah menjadi sangat kokoh dan tidak ada lagi aliran-aliran menyimpang kecuali hanya sebagian kecil dari mutazilah, musyabbihah dan khawarij.

Dalam hal keyakinan, asy'ariyyah maupun maturidiyyah memiliki keyakinan yang sama: yakni meyakini bahwa Allah SWT adalah dzat yang maha esa, tiada sekutu baginya. Ia adalah dzat yang wujud (ada), dan adanya Allah tidak sama dengan makhluk. Ia tidak menempati ruang (tempat) dan tidak pula terikat oleh waktu. Tidak ada satu apapun yang bisa menyerupai-Nya. Ia suci dari segala sesuatu yang ada pada makhluk semisal julus (duduk), memiliki tempat untuk berdiam (tinggal), memiliki anggota tubuh dan lain sebagainya. Karena tidak ada sesuatu apapun yang bisa menyerupai-Nya.

Asy'ariyyah dan Maturidiyyah Sebagai Manhaj Aqidah Islam Ahlussunnah


Di antara pemegang teguh manhaj Ahlus Sunnah Wal Jamaah Asy'ariyah adalah Sultan Salahudin al-Ayyubi.

Sultan Salahuddin al-Ayyubi adalah sosok yang menjunjung tinggi panji-panji agama dengan kejujuran dan motivasi. Ia merupakan sosok mujahid yang shaleh dan bertaqwa. Ia banyak mengajarkan kepada masyarakat untuk bertauhid mengikuti Rasulullah SAW.

Sebagai seorang pemimpin, Shalahudin al-Ayyubi berusaha mengamalkan sabda Nabi:
 كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُوْلٌ عَنْ رَعيّتِهِ. (متفق عليه)
“ Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinan kalian.." [HR. Muttafaq 'Alaih]

Salahudin al-Ayyubi merupakan pribadi-pribadi muslim yang baik. Ia merupakan sosok yang berilmu dengan banyak belajar dari para ulama ahlussunnah Wal jamaah. Ia hafal terhadap kitab at-Tanbih dan kitab al-Hamasah yang di dalamnya berisi tentang fiqih Syafi'i. Ia merupakan sosok Hafiz al-Qur'an. Dikenal sebagai pribadi yang Zahid yang senantiasa melaksanakan sholat malam. Ia tidak terperdaya dengan harta dan hawa nafsu.

Semasa menjadi pemimpin, ia banyak mendirikan madrasah-madrasah sebagai tempat belajar. Masyarakat diajarkan bertauhid agar mengetahui bahwasanya Allah SWT adalah Dzat yang maha kuasa, yang tidak ada satu apapun yang menyerupai-Nya baik dalam dzat, sifat maupun perbuatan-Nya. Salahudin al-Ayyubi menetapkan ajaran aqidah madzhab Asy'ariyyah (ahlussunnah wal jamaah) di madrasah-madrasah tersebut kepada para pelajar baik kecil maupun dewasa.

Selain Sultan Salahudin al-Ayyubi, diantara para pemegang teguh madzhab Asy'ariyah adalah Sultan Muhammad al-Fatih. Yang mana Sultan Muhammad al-Fatih mensucikan Allah dengan tidak menyerupakan-Nya dengan makhluk, dimana Allah itu wujud (ada) tanpa tempat dan arah. Ia meyakini kebolehan berziarah kubur ke makam para nabi dan orang-orang shalih serta membolehkan bertabaruk terhadapnya. Begitupun kebolehan bertawasul, yakni memohon kepada Allah dengan dzat para Nabi dan orang-orang shalih yang memiliki keutamaan.

Dalam suatu hadis Rasulullah SAW pernah memuji sosok Muhammad al-Fatih dalam sabdanya:
لَتُفتَحنَّ القُسطنطينيةُ ولنِعمَ الأميرُ أميرُها ولنعم الجيشُ ذلك الجيشُ
“Sesungguhnya kota Konstantinopel akan dibuka (ditaklukkan), sebaik-baik pemimpin adalah yang memimpin saat itu, dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan perang saat itu“. [HR. Imam Ahmad & al-Hakim]

Konstantinopel kemudian berhasil dibuka dan ditaklukkan oleh Sultan Muhammad al-Fatih beserta para tentaranya, yang seluruhnya berpegang pada Manhaj Aqidah Asy'ariyah (Aqidah Islam Ahlussunnah Wal Jamaah). Ini sesuai dengan prediksi dalam sabd Nabi. Dimana Nabi Muhammad SAW mengatakan kelak Konstantinopel akan dibuka, lantas memuji pembukanya, yakni Sultan Muhammad al-Fatih dan para tentaranya sebagai sebaik-baiknya pemimpin dan sebaik-baiknya tentara. Pujian ini tentu menjadi bukti kebenaran aqidah Ahlussunnah Wal Jamaah Asy'ariyah, sebab Nabi Muhammad SAW tidak mungkin memuji orang-orang yang sesat maupun kafir.

*Darul Fatwa Australia*
Diterjemahkan oleh: Rifqi Marzooqie
(Santri Pesantren Mafazah as-Salafiyyah Sindangkerta/ Mahasiswa Pascasarjana UNINUS Bandung)

Komentar