Lisan dan Tulisan di Era Media Sosial

lisan dan tulisan di media sosial

Lisan maupun tulisan, di era serba update seperti sekarang ini keduanya bisa merubah suatu keadaan dengan cepat dan signifikan. Kadang bisa madlarat, kadang bisa mashlahat. Tergantung si pengguna. Lisan dan tulisan bagaikan pisau, ia bisa membunuh dan menyakiti. Ia pun bisa membahagiakan dan memberi kemanfaatan.

Dalam menggunakan lisan dan tulisan, kita harus memilih, mau digunakan untuk apa? Untuk kemaslahatan? atau kemadlaratan? Dengan lisan dan tulisan, kita mau merubah dunia menjadi kacau? atau menjadi damai?

Semua, tentu kita yang menentukan.

Berhati-hatilah dengan lisan dan tulisan kita. Jangan-jangan?! Kerusuhan, permusuhan dan kesedihan yang terjadi di sekitar kita adalah buah dari kontribusi lisan dan tulisan kita.

Jangan sekali-kali kita memproduksi kemadlaratan, semisal isu-isu yang menggiring perpecahan dan kebencian dari lisan dan tulisan kita. Jangan pula kita menjadi distributor atas kemadlaratan yang dikeluarkan oleh orang lain yang kemudian kita teruskan melalui lisan dan tulisan kita sehingga kemadlaratan itu menjadi luas.

Fenomena saat ini: Konflik kecil kadang bisa menjadi konflik besar gara-gara lisan dan tulisan yang tidak digunakan secara bijak. Ada sebagian orang ada yang menggunakan lisan maupun tulisannya untuk menggiring orang-orang awam agar turut masuk pada keresahan dan kegalauan yang ia rasakan. Ia membuat berbagai macam propaganda dan isu-isu. Yang akhirnya keresahan itupun menjadi meluas ketika ada orang-orang awam yang mempercayainya. Keresahan yang tadinya hanya ada pada satu orang atau pada satu kelompok, kemudian meluber pada orang-orang banyak yang awalnya tidak tahu apa-apa. Yang parahnya adalah ketika hal-hal tersebut berujung pada kebencian, perpecahan dan permusuhan berskala global.

Bagi kalian yang menggunakan media sosial, Sebagaimana kita ketahui, bahwa media sosial adalah salah satu alat komunikasi terfavorit saat ini yang memiliki banyak pengguna dan bisa diakses secara cepat dan update.

Namun menggunakan media sosial secara tidak bijak akan membuat kemadlaran. Kita ambil contoh fungsi media sosial sebagai sumber informasi. Ketika ada informasi yang berkembang di media sosial, hendaknya kita melakukan tabayyun (konfirmasi kebenarannya) terlebih dahulu. Setelah itu, bila kita mengetahui asal usul informasinya, maka kita renungkan, apakah informasi tersebut bagus untuk dicerna atau tidak? Jika tidak bagus untuk dicerna sebaiknya kita abaikan. Jangan sampai kita share kepada orang lain. Apa lagi bila di dalamnya mengandung unsur-unsur kemadlaratan semisal menggiring pada fitnah, kebencian, perpecahan dan permusuhan di kalangan masyarakat.

Mari peduli perdamaian. Mari gunakan lisan dan tulisan secara sehat. Dan mari mulai dari diri kita sendiri. Jangan "panasan", dan jangan "baperan" ketika menyimak media yang memberikan informasi propaganda. Tetap jaga hati dan pikiran. Dan buat solusi. Bukan malah menambah masalah.

Ketika ada isu propaganda yang menyinggung sesuatu yang mewakilimu atau kelompokmu, maka langkah terbaik yang harus dilakukan adalah bukan balik menyinggung. Karena hal tersebut tidak menyelesaikan masalah dan malah justru berakibat memunculkan perpecahan dan kemadlaratan baru yang lebih besar. Inilah kesalahan yang justru banyak dilakukan oleh kebanyakan orang saat ini.

Bagi orang-orang yang cerdas dan berhati bijak, ketika mereka menemukan adanya sesuatu yang menyinggung dirinya, atau menyinggung kelompoknya, idealnya mereka akan melakukan pola pikir anti mainstream, alias logika terbalik sebagaimana yang telah diteladankan oleh Rasulullah SAW. Yakni malah merangkul dan memberikan konfirmasi bijak sebagai solusi utama. Artinya, adanya permasalahan direspon dengan solusi berorientasi pada kemaslahatan, bukan malah reaktif dengan balik melakukan keburukan. Itulah mengapa Rasulullah SAW yang awalnya diperangi malah jadi dikagumi oleh para pembencinya. Tak jarang sang pembenci justru malah jadi pengikut setianya di kemudian hari.

Mari tebar kebaikan. Dan niatkan sebagai dakwah. Karena dengan niat tersebut, kebaikan kita ditulis sebagai ibadah.
______
Oleh: Rifqi Marzooqie

Komentar