Setiap Bid'ah Sesat Meski Manusia Menganggapnya Baik, Benarkah?

Setiap Bid'ah Sesat Meski Manusia Menganggapnya Baik
Tulisan pada gambar diatas jelas terbantah

Dakwah.web.id ~ Kalimat bid’ah selalu menjadi buah bibir dalam kehidupan beragama kita. Sebagian mengklaim semua bid’ah adalah sesat dan masuk neraka, sebagian lagi mengklaim adanya bid’ah hasanah yang berarti tidak semua bid’ah sesat.
Sebenarnya ini bukanlah satu pertentangan apabila masing-masing pihak mau menghormati pendapat yang berlawanan. Akan tetapi yang terjadi justru vonis sesat , ahlul bid’ah, dan yang lain-lain malah justru mengemuka.
Kelompok bid’ah hasanah mengklaim bahwa kata “kullu” tidak mengarah kepada umum, akan tetapi karena ada mukhossis (dalil yang mengkhususkan) maka bermakna ‘am makhsus (kalimatnya umum tapi sasaran hukumnya khusus).
Kita bisa memahami bahwa kata kullu tidak selalu berarti keseluruhan ada juga yang berarti sebagian. Di Alqur’an banyak contohnya dan saya rasa sudah banyak yang mengetahui.
Diantara dalil yang mengkhususkan seperti ucapan Amirul Mu’minin Sayyidina Umar bin Khottob yang mengatakan :
نعمت البدعة هذه
“Ini adalah sebaik-baik bid’ah”. (HR. Bukhari no. 2010)
Dari dalil-dalil pengkhususan diatas bisa difahami bahwa kullu bid’atin tidak bermakna semua bid’ah tapi sebagian bid’ah. Karena ada juga bid’ah yang tidak sesat.
Lalu bagaimana dengan perkataan sahabat Abdullah bin ’Umar radliyallaahu ’anhuma:
كُلُّ بِدْعَةٍِ ضَلاَلَةٌُ وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةًَ
”Setiap bid’ah itu adalah sesat walaupun manusia memandangnya sebagai satu kebaikan” [Diriwayatkan oleh Al-Laalikai dalam Syarh Ushulil-I’tiqad no. 205 dan Ibnu Baththah dalam Al-Ibaanah no. 205 dengan sanad shahih].
Sahabat Abdullah bin Mas’ud juga berkata :
عَنْ عَبْدِ اللهِ (بْنِ مَسْعُوْد) قَالَ : الْقَصْدُ فِي السُّنَّةِ خَيْرٌ مِنْ الاجْتِهَادِ فِي الْبِدْعَةِ
Dari ’Abdullah (bin Mas’ud) radliyallaahu ’anhu ia berkata : “Sederhana dalam sunnah itu lebih baik daripada bersungguh-sungguh dalam bid’ah” [Diriwayatkan oleh Ad-Darimi no. 223, Al-Laalikaiy dalam Syarh Ushuulil-I’tiqad no. 14, 114, Al-Haakim 1/103, dan yang lainnya; sanad riwayat ini jayyid].
Memahami perkataan seorang ulama, jangan sepotong-sepotong. Misalnya, perkataan Abdullah bin Umar, tentang bid’ah yang dianggap sesat oleh beliau, hal ini jelas hanya bid’ah sayyi’ah, bukan bid’ah yang hasanah. Karena beliau sendiri termasuk pelaku bid’ah hasanah. Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma meriwayatkan bahwa doa talbiyah yang dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika menunaikan ibadah haji adalah:
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيْكَ لكَ.
Tetapi Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma sendiri menambah doa talbiyah tersebut dengan kalimat:
لَبَّيْكَ لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ بِيَدَيْكَ لَبَّيْكَ وَالرَّغْبَاءُ إِلَيْكَ وَالْعَمَلُ.
Hadits tentang doa talbiyah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan tambahan Ibn Umar ini diriwayatkan oleh al-Bukhari (2/170), Muslim (1184), Abu Dawud (1812) dan lain-lain. Menurut Ibn Umar, Sayidina Umar radhiyallahu ‘anhu juga melakukan tambahan dengan kalimat yang sama sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim (1184). Bahkan dalam riwayat Ibn Abi Syaibah dalam al-Mushannaf, Sayidina Umar menambah bacaan talbiyah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan kalimat:
لَبَّيْكَ مَرْغُوْبٌ إِلَيْكَ ذَا النَّعْمَاءِ وَالْفَضْلِ الْحَسَنِ.
Sedangkan perkataan Sayyidina Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, yang melarang melakukan bid’ah, tentu harus kita artikan dengan bid’ah sayyi’ah. Sedangkan bid’ah hasanah, tidak termasuk dalam larangan beliau. Bukankah beliau telah berkata:
عن ابن مسعود قال فما رآه المسلمون حسنا فهو عند اللَّه حسن ، وما رآه المسلمون قبيحا فهو عند اللَّه قبيح
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Apa saja yang dianggap baik oleh umat Islam, maka hal tersebut baik menurut Allah. Dan apa saja yang dianggap buruk oleh umat Islam, maka hal tersebut buruk menurut Allah.” (HR. Ahmad dalam as-Sunnah, al-Bazzar, al-Thayalisi, al-Thabarani, Abu Nu’aim dalam Hilyah al-Auliya’, dan al-Baihaqi dalam al-I’tiqad. Menurut al-Hafizh al-Sakhawi, hadits ini mauquf yang hasan. Lihat, al-Sakhawi, al-Maqashid al-Hasanah, hadits no. 914).
Di sisi lain, Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu juga mencontohkan bid’ah hasanah, dalam menyusun bacaan shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Syaikh Ibnu Qayyim al-Jauziyah, murid terdekat Syaikh Ibnu Taimiyah, dan salah satu ulama otoritatif di kalangan kaum Wahabi, meriwayatkan beberapa redaksi shalawat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang disusun oleh para sahabat dan ulama salaf, dalam kitabnya Jala’ al-Afham fi al-Shalat wa al-Salam ‘ala Khair al-Anam shallallahu ‘alaihi wasallam. Antara lain shalawat yang disusun oleh Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berikut ini:
اللَّهُمَّ اجْعَلْ صَلَوَاتِكَ وَرَحْمَتَكَ وَبَرَكَاتِكَ عَلَى سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ وَإِمَامِ الْمُتَّقِيْنَ وَخَاتَمِ النَّبِيِّيْنَ مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ إِمَامِ الْخَيْرِ وَقَائِدِ الْخَيْرِ وَرَسُوْلِ الرَّحْمَةِ، اللَّهُمَّ ابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا يَغْبِطُهُ بِهِ اْلأَوَّلُوْنَ وَاْلآخِرُوْنَ. (الشيخ ابن القيم، جلاء الأفهام، ص/٣٦). 
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa kaum salaf dan para sahabat tidak menolak hal-hal yang memang termasuk bid’ah hasanah dalam pandangan agama. Kalaupun ada pernyataan dari mereka yang melarang berbuat bid’ah, itu maksudnya bid’ah sayyi’ah atau bid’ah dalam akidah, seperti bid’ah ajaran sesat diluar ahlussunnah wal jamaah.
Semoga kita selamat dunia akherat.
Aminn Ya Robbal ‘Alamin.
Penulis : Habib Muhammad Husein Anis Al-Habsyi
***
(Rm/aswajacenter.com)

Komentar