Dakwah.web.id ~ Setiap muslim tentu senantiasa berdoa kepada Allah SWT atas berbagai urusan yang dimohonkan. Sebab, doa merupakan bentuk komunikasi seorang hamba terhadap Allah Yang Maha Memiliki dan menguasai atas segala sesuatu. Allah SWT berfirman:
ﺍﺩْﻋُﻮﻧِﻲ ﺃَﺳْﺘَﺠِﺐْ ﻟَﻜُﻢْArtinya:"Berdoalah kepadaku, niscaya akan kukabulkan untukmu" (QS. Al-Mu'min: 60)
Dalam berdoa, kita sudah terbiasa mengangkat tangan ke arah langit. Pertanyaannya, mengapa kita mengangkat tangan saat berdoa?
Imam an-Nawawi berkata dalam syarah kitab Muslimnya:
"Dialah Allah yang Maha menciptakan dan Maha mengatur perbuatan. Dialah Allah yang Maha Esa. Dialah Dzat yang dimana orang berdoa kepada-Nya menghadap ke arah langit, sebagaimana ketika orang sholat menghadap ke ka'bah. Hal tersebut bukan berarti Allah ada di langit, sebagaimana bukan berarti Allah ada di ka'bah, tetapi itu karena langit adalah kiblatnya para pedoa, sebagaimana ka'bah adalah kiblatnya orang-orang yang shalat."[2]
Syaikh Ahmad bin Muhammad as-Shodiq al-Ghomari al-Maghribi seorang Hafidz dan Muhaddits yang wafat pada 1380 H berkata dalam kitabnya al-Minah al-Mathluubah:
"Apabila ditanya: 'jika benar Allah tidak berada pada suatu tempat, lantas apa artinya mengangkat kedua tangan ke arah langit saat sedang berdoa?'. Maka jawab: 'sesungguhnya itu hanyalah berupa bentuk peribadahan saja sebagaimana menghadap kiblat saat sedang sholat dan menempelkan kening ke tanah saat sedang sujud, pedahal Allah tidak menempati Baitullah ataupun tempat sujud. Maka seakan langit adalah kiblatnya doa."
Ini sekaligus menjadi dalil bahwasnya Allah SWT adalah Dzat yang wujud (ada). Namun keberadaannya tidak terikat oleh ruang, tempat, maupun batasan. Sebab, jika Allah SWT berdiam pada satu tempat atau ruang, ini berarti Allah membutuhkan tempat untuk Ia tinggali dengan segala keterikatannya. Dan tentu, bentuk keterikatan serta membutuhkan terhadap perkara lain jelas merupakan bentuk kekurangan yang mustahil ada pada Allah SWT yang Maha Kuasa. Allah SWT jelas berbeda dengan makhluk-Nya.
Ini pun menjadi satu bentuk bantahan terhadap golongan Musyabbihat yang sering menganggap bahwa sesungguhnya Allah ada di langit, atau menganggap bahwa Allah itu sedang duduk di 'arays. Na'udzu billah.
Adapun dalil yang bersumber dari Hadits yakni riwayat al-Bukhari, Ibnu Jarud, dan al-Baihaqi dengan isnad Shahih, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
ﻛﺎﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﺷﻲﺀ ﻏﻴﺮﻩ
Artinya:"Allah ada, dan tiada sesuatu di selainnya".
Al-Hafidz al-Imam al-Baihaqi dalam kitabnya "al-Asma wa as-Shifat" berkata:
"Sebagian sahabat-sahabat kami (para ulama) mengemukakan dalil yang menafikan Allah SWT ada pada tempat, dengan (merujuk) ucapan Nabi SAW:
ﺃﻧﺖ ﺍﻟﻈﺎﻫﺮ ﻓﻠﻴﺲ ﻓﻮقك شيﺀ ﻭﺃﻧﺖ ﺍﻟﺒﺎﻃﻦ ﻓﻠﻴﺲ ﺩﻭﻧﻚ ﺷﻲﺀOleh sebab itu, jika di atas Allah tidak ada apa pun dan di selainnya tidak ada apa pun, itu berarti Allah tidak dalam tempat."[4]Artinya:Engkau Dzat yang Dzahir, tidak ada apa pun di atas-Mu. Dan Engkau Dzat yang Batin, maka tidak ada apa pun di selain-Mu
Sayyidina Ali ~radiyallohu 'anhu~ pernah berkata:
ﻛﺎﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻻ ﻣﻜﺎﻥ ﻭﻫﻮ ﺍﻵﻥ ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﻋﻠﻴﻪ ﻛﺎﻥ
Artinya:"Allah ada tanpa tempat. Dia saat ini pada apa adanya Dia ada."
Imam Abu Ja'far at-Thahawi dalam kitab Aqidahnya berkata:
ﺗﻌﺎﻟﻰ – ﻳﻌﻨﻲ ﺍﻟﻠﻪ – ﻋﻦ ﺍﻟﺤﺪﻭﺩ ﻭﺍﻟﻐﺎﻳﺎﺕ ﻭﺍﻷﺭﻛﺎﻥ ﻭﺍﻷﻋﻀﺎﺀ ﻭﺍﻷﺩﻭﺍﺕ ﻭﻻ ﺗﺤﻮﻳﻪ ﺍﻟﺠﻬﺎﺕ ﺍﻟﺴﺖ ﻛﺴﺎﺋﺮ ﺍﻟﻤﺒﺘﺪﻋﺎﺕ
Artinya:"Maha suci Allah dari batas-batas (bentuk kecil maupun besar, jadi Allah tidak mempunyai ukuran sama sekali), batas akhir, sisi-sisi,
anggota badan yang besar (seperti wajah, tangan dan lainnya) maupun anggota badan yang kecil (seperti mulut, lidah, anak lidah, hidung, telinga dan lainnya), tidak pula dilingkup ruang seperti halnya makhluk."
Imam an-Nahrir Abu Manshur al-Baghdadi berkata dalam kitabnya "al-Farq bain al-Firq"
ﻭﺃﺟﻤﻌﻮﺍ – ﺃﻱ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﺍﻟﺠﻤﺎﻋﺔ – ﻋﻠﻰ ﺃﻧﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻻ ﻳﺤﻮﻳﻪ ﻣﻜﺎﻥ ﻭﻻ ﻳﺠﺮﻱ ﻋﻠﻴﻪ ﺯﻣﺎﻥ ." ﺍﻧﺘﻬﻰ ﺑﺤﺮﻭﻓﻪ.
Artinya:"Para ulama (ahlusuunnah wal jama'ah) sepakat bahwa Allah SWT tidak dilingkup tempat dan tidak dilalui waktu."
Imam al-Haramain abd al-Mulk al-Juwainy berkata dalam kitabnya "al-Irsyad":
ﻣﺬﻫﺐ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺤﻖ ﻗﺎﻃﺒﺔ ﺃﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻳﺘﻌﺎﻟﻰ ﻋﻦ ﺍﻟﺘﺤﻴﺰ ﻭﺍﻟﺘﺨﺼﺺ ﺑﺎﻟﺠﻬﺎﺕ " ﺍﻧﺘﻬﻰ
Artinya:"Madzhab kebenaran seluruhnya menyatakan bahwa Allah suci dari bertempat tinggal dan berarah."
al-Qusyairi berkata (1):
ﻭﺍﻟﺬﻱ ﻳﺪﺣﺾ ﺷﺒﻬﻬﻢ – ﺃﻱ ﺷﺒﻪ ﺍﻟﻤﺸﺒﻬﺔ – ﺃﻥ ﻳﻘﺎﻝ ﻟﻬﻢ ﻗﺒﻞ ﺃﻥ ﻳﺨﻠﻖ ﺍﻟﻌﺎﻟﻢ ﺃﻭ ﺍﻟﻤﻜﺎﻥ ﻫﻞ ﻛﺎﻥ ﻣﻮﺟﻮﺩﺍ ﺃﻡ ﻻ؟ ﻓﻤﻦ ﺿﺮﻭﺭﺓ ﺍﻟﻌﻘﻞ ﺃﻥ ﻳﻘﻮﻟﻮﺍ: ﺑﻠﻰ , ﻓﻴﻠﺰﻣﻪ ﻟﻮ ﺻﺢ ﻗﻮﻟﻪ ﻻ ﻳُﻌﻠﻢ ﻣﻮﺟﻮﺩ ﺇﻻ ﻓﻲ ﻣﻜﺎﻥ ﺃﺣﺪ ﺃﻣﺮﻳﻦ ﺇﻣﺎ ﺍﻥ ﻳﻘﻮﻝ ﺍﻟﻤﻜﺎﻥ ﻭﺍﻟﻌﺮﺵ ﻭﺍﻟﻌﺎﻟﻢ ﻗﺪﻳﻢ – ﻳﻌﻨﻲ ﻻ ﺑﺪﺍﻳﺔ ﻟﻮﺟﻮﺩﻫﺎ – ﻭﺇﻣﺎ ﺃﻥ ﻳﻘﻮﻝ ﺃﻥ ﺍﻟﺮﺏ ﻣﺤﺪَﺙ ﻭﻫﺬﺍ ﻣﺂﻝ ﺍﻟﺠﻬﻠﺔ ﺍﻟﺤﺸﻮﻳﺔ , ﻟﻴﺲ ﺍﻟﻘﺪﻳﻢ ﺑﺎﻟﻤﺤﺪَﺙ ﻭﺍﻟﻤُﺤﺪَﺙ ﺑﺎﻟﻘﺪﻳﻢ .{ ﺍﻧﺘﻬﻰ.
Artinya:
"Di antara bantahan yang dapat membungkam mereka, hendaklah katakan kepada mereka: "Sebelum Allah menciptakan alam ini dan menciptakan tempat apakah Dia ada atau tidak ada?" Tentu mereka
akan menjawab: "Ada." Kemudian katakan kepada mereka: "Jika demikian atas dasar keyakinan kalian -bahwa segala sesuatu itu pasti memiliki tempat- terdapat dua kemungkinan kesimpulan. Pertama; Bisa jadi kalian berpendapat bahwa tempat, arsy dan seluruh alam ini adalah qadim; ada tanpa permulaan -seperti Allah-. Atau kesimpulan kedua; Bisa jadi kalian berpendapat bahwa Allah itu baharu -seperti makhluk-. Dan jelas keduanya adalah kesesatan, ini tidak lain hanya merupakan pendapat orang-orang bodoh dari kaum Hasyawiyyah." Sesungguhnya Yang Maha Qadim (Allah) itu jelas bukan makhluk. Dan sesuatu yang baharu (makhluk) jelas bukan yang Maha Qadim (Allah)."
Imam an-Nawawi berkata (2):
ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻘﺎﺿﻲ ﻋﻴﺎﺽ: ﻻ ﺧﻼﻑ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﻗﺎﻃﺒﺔ ﻓﻘﻴﻬﻬﻢ ﻭﻣﺤﺪّﺛﻬﻢ ﻭﻣﺘﻜﻠﻤﻬﻢ ﻭﻧﻈﺎﺭﻫﻢ ﻭﻣﻘﻠﺪﻫﻢ ﺃﻥ ﺍﻟﻈﻮﺍﻫﺮ ﺍﻟﻮﺍﺭﺩﺓ ﺑﺬﻛﺮ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻓﻲ ﺍﻟﺴﻤﺎﺀ ﻛﻘﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ }: ﺀﺃَﻣِﻨﺘُﻢ ﻣَّﻦ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﺀ { (3 ) [ ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﻤﻠﻚ ] ﻭﻧﺤﻮﻩ ﻟﻴﺲ ﻋﻠﻰ ﻇﺎﻫﺮﻫﺎ ﺑﻞ ﻣﺘﺄﻭّﻟﺔ ﻋﻨﺪ ﺟﻤﻴﻌﻬﻢ .{ ﺍﻧﺘﻬﻰ , ﻳﻌﻨﻲ ﺗﺄﻭﻳﻼ ﺇﺟﻤﺎﻟﻴّﺎ ﺃﻭ ﺗﺄﻭﻳﻼ ﺗﻔﺼﻴﻠﻴّﺎ.
Artinya:“berkata al-Qadhi ‘Iyadh : tidak ada khilaf antara kaum muslimin seluruhnya, baik ulama fiqih, dan
ulama Hadits, dan ulama Tauhid, dan Mujtahid dan Muqallid, bahwa makna dhohir yang datang dengan menyebutkan Allah ta'ala di langit sebagaimana firman-Nya “adakah kamu merasa aman dengan yang (berkuasa) di langit," dan (ayat-ayat) seumpamanya, itu bukanlah maksud dzahirnya, melainkan dita’wilkan menurut semua kaum muslimin”.
Demikian pula apa yang dikatakan oleh para ulama ahli tafsir yang menyatakan bahwa Allah SWT ada tanpa tempat, seperti halnya Imam Fakhrudin ar-Razi dalam tafsirnya (4), Abu Hayyan al-Andalusi dalam tafsirnya (5), Abu as-Saud dalam tafsirnya (6), Imam al-Qurtubi dalam tafsirnya (7), dan para ulama lainnya.
Adapun Ibarat dari Imam al-Qurtubi dalam tafsirnya sebagaimana berikut:
{ﺀﺃَﻣِﻨﺘُﻢ ﻣَّﻦ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﺀ} ﻗﺎﻝ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ "ﺀﺍﻣﻨﺘﻢ ﻋﺬﺍﺏ ﻣﻦ ﻓﻲ ﺍﻟﺴﻤﺎﺀ ﺍﻥ ﻋﺼﻴﺘﻤﻮﻩ" ﺛﻢ ﻗﺎﻝ " ﻭﻗﻴﻞ ﻫﻮ ﺍﺷﺎﺭﺓ ﺍﻟﻰ ﺍﻟﻤﻼﺋﻜﺔ، ﻭﻗﻴﻞ ﺍﻟﻰ ﺟﺒﺮﻳﻞ ﻭﻫﻮ ﺍﻟﻤﻠﻚ ﺍﻟﻤﻮﻛﻞ ﺑﺎﻟﻌﺬﺍﺏ . ﻗﻠﺖ : ﻭﻳﺤﺘﻤﻞ ﺍﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﺍﻟﻤﻌﻨﻰ " ﺀﺃﻣﻨﺘﻢ ﺧﺎﻟﻖ ﻣﻦ ﻓﻲ ﺍﻟﺴﻤﺎﺀ ﺍﻥ ﻳﺨﺴﻒ ﺑﻜﻢ ﺍﻷﺭﺽ ﻛﻤﺎ ﺧﺴﻔﻬﺎ ﺑﻘﺎﺭﻭﻥ ." ﺍﻫـ
Artinya:Ibnu Abbas berkata: "Apakah kalian merasa aman terhadap Tuhan yang di langit jika kalian menentang-Nya?!" Kemudian Ia (Ibnu Abbas) berkata: "Ada yang mengatakan bahwa ayat itu menunjuk (bahwa yang berada di langit adalah) para malaikat. Dan ada yang mengatakan yang dimaksud adalah malaikat Jibril yang diserahi tugas menurunkan siksa." Saya (al-Qurthubi) berkata: Bisa jadi maknanya demikian: Apakah kalian merasa aman dari siksa Tuhan Pencipta semua makhluk yang berada di langit bahwa Dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu sebagaimana Dia telah menjungkir balikkan bumi sehingga menelan Karun."
***
IBARAT
[2] ﺍﻟﻠﻪ ﻫﻮ ﺍﻟﺨﺎﻟﻖ ﺍﻟﻤﺪﺑﺮ ﺍﻟﻔﻌﺎﻝ ﻫﻮ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺣﺪﻩ ﻭﻫﻮ ﺍﻟﺬﻱ ﺇﺫﺍ ﺩﻋﺎﻩ ﺍﻟﺪﺍﻋﻲ ﺍﺳﺘﻘﺒﻞ ﺍﻟﺴﻤﺎﺀ ﻛﻤﺎ ﺇﺫﺍ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻤﺼﻠﻲ ﺍﺳﺘﻘﺒﻞ ﺍﻟﻜﻌﺒﺔ، ﻭﻟﻴﺲ ﺫﻟﻚ ﻷﻧﻪ ﻣﻨﺤﺼﺮ ﻓﻲ ﺍﻟﺴﻤﺎﺀ ﻛﻤﺎ ﺃﻧﻪ ﻟﻴﺲ ﻣﻨﺤﺼﺮﺍ ﻓﻲ ﺟﻬﺔ ﺍﻟﻜﻌﺒﺔ ﺑﻞ ﺫﻟﻚ ﻷﻥ ﺍﻟﺴﻤﺎﺀ ﻗﺒﻠﺔ ﺍﻟﺪﺍﻋﻴﻦ ﻛﻤﺎ ﺃﻥ ﺍﻟﻜﻌﺒﺔ ﻗﺒﻠﺔ ﺍﻟﻤﺼﻠﻴﻦ. ﺍﻫـ
[3] ﻓﺈﻥ ﻗﻴﻞ ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﺍﻟﺤﻖ ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ ﻟﻴﺲ ﻓﻲ ﺟﻬﺔ ﻓﻤﺎ ﻣﻌﻨﻰ ﺭﻓﻊ ﺍﻟﻴﺪﻳﻦ ﺑﺎﻟﺪﻋﺎﺀ ﻧﺤﻮ ﺍﻟﺴﻤﺎﺀ؟ ﻓﺎﻟﺠﻮﺍﺏ : ﺃﻧﻪ ﻣﺤﻞ ﺍﻟﺘﻌﺒﺪ، ﻛﺎﺳﺘﻘﺒﺎﻝ ﺍﻟﻘﺒﻠﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﺼﻼﺓ، ﻭﺇﻟﺼﺎﻕ ﺍﻟﺠﺒﻬﺔ ﻓﻲ ﺍﻷﺭﺽ ﻓﻲ ﺍﻟﺴﺠﻮﺩ، ﻣﻊ ﺗﻨﺰﻫﻪ ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ ﻋﻦ ﻣﺤﻞ ﺍﻟﺒﻴﺖ ﻭﻣﺤﻞ ﺍﻟﺴﺠﻮﺩ، ﻓﻜﺄﻥ ﺍﻟﺴﻤﺎﺀ ﻗﺒﻠﺔ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ .
[4] ﺍﺳﺘﺪﻝ ﺑﻌﺾ ﺃﺻﺤﺎﺑﻨﺎ ﻓﻴﻨﻔﻲ ﺍﻟﻤﻜﺎﻥ ﻋﻨﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺑﻘﻮﻝ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ }: ﺃﻧﺖ ﺍﻟﻈﺎﻫﺮ ﻓﻠﻴﺲ ﻓﻮقك شيﺀ ﻭﺃﻧﺖ ﺍﻟﺒﺎﻃﻦ ﻓﻠﻴﺲ ﺩﻭﻧﻚ ﺷﻲﺀ ,{ﻭﺇﺫﺍ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻓﻮﻗﻪ ﺷﻲﺀ ﻭﻻ ﺩﻭﻧﻪ ﺷﻲﺀ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ في مكاﻥ}
______________________________
(1 )- ﻣﺼﻨﻒ ﺍﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﺷﻴﺒﺔ ( 1/463 ).
(2 )- ﻓﺘﺢ ﺍﻟﺒﺎﺭﻱ ( 2/426 ).
(3 )- ﻧﺼﺐ ﺍﻟﺮﺍﻳﺔ ﻷﺣﺎﺩﻳﺚ ﺍﻟﻬﺪﺍﻳﺔ (2/207 ) .
(4 )- ﺃﺧﺮﺟﻪ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ ﻓﻲ ﺻﺤﻴﺤﻪ : ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻷﺫﺍﻥ: ﺑﺎﺏ ﺑﻴﻦ ﻛﻞ ﺃﺫﺍﻧﻴﻦ ﺻﻼﺓ، ﻭ ﻣﺴﻠﻢ ﻓﻲ ﺻﺤﻴﺤﻪ: ﻛﺘﺎﺏ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﻤﺴﺎﻓﺮﻳﻦ ﻭ ﻗﺼﺮﻫﺎ: ﺑﺎﺏ ﺑﻴﻦ ﻛﻞ ﺃﺫﺍﻧﻴﻦ ﺻﻼﺓ .
(5 )- ﻓﺘﺢ ﺍﻟﺒﺎﺭﻱ ( 2/426 ) .
(6 )- ﺃﺧﺮﺟﻪ ﺍﺑﻦ ﺣﺒﺎﻥ ﻓﻲ ﺻﺤﻴﺤﻪ ﺍﻧﻈﺮ ﺍﻹﺣﺴﺎﻥ ( 4/7778- )
Komentar
Posting Komentar